Sabtu, 09 November 2013

Habib Abdullah bin Husein Al-Attas

Demi Amanah Tradisi Salaf
Bila datang hari Kamis petang, Anda akan menyaksikan suasana di sekitar pemakaman Keramat Empang Bogor yang disesaki ribuan jama’ah. Saat ini, Habib Abdullah-lah yang mengasuh majelis peninggalan Habib Husein tersebut.

Habib Abdullah, putra ter-tua Habib Husein (lihat Manaqib), menerima kedatangan alKisah de­ngan penuh kehangatan. Wajahnya te­duh, cara bertuturnya amat santun, logat­nya terasa sekali Sunda-nya. Sesekali obrolan kami diselingi tawa canda yang semakin mencairkan suasana. Meski baru pertama kali berjumpa, rasanya se­perti sudah mengenal lama.
Demikian sosok Habib Abdullah bin Husein bin Abdullah bin Muhsin Al-Attas, yang saat ini dipercaya mengemban ama­nah sebagai munshib, atau pemimpin, da­lam kepengurusan di lingkungan makam kakeknya, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas, ”Habib Keramat Empang Bogor”.
Terkadang orang menyebutnya se­bagai khalifah Keramat Empang Bogor. Tentunya, makna khalifah di sini tidak da­­lam pengertian kekhilafahan umat Islam. Khalifah di sini bermakna ”peng­ganti”, mak­sudnya, Habib Abdullah-lah saat ini yang tengah mengemban ama­nah berat untuk menggantikan posisi mun­shib sebelumnya, yaitu Habib Abdul­lah bin Zen Al-Attas, yang wafat setahun silam.
Manshabah (kemunshiban) di sini adalah amanah otoritas dalam mengurus hal-ihwal di lingkungan makam Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas berikut segala peninggalannya.
Wasiat Shahibul Maqam
Sepeninggal Habib Abdullah bin Zen Al-Attas, munshib Keramat Empang Bo­gor sebelumnya, Habib Abdullah bin Hu­sein Al-Attas ditunjuk menjadi khalifah­nya. Penunjukan ini tak lepas dari wasiat Ha­bib Abdullah bin Muhsin.
Sebelum wafat, Habib Abdullah bin Muhsin mewasiatkan pola penggantian ke­pemimpinan yang agak berbeda de­ngan kebiasaan di tempat-tempat lainnya. Bila di tempat-tempat lainnya, biasanya pola kepemimpinan adalah dari kakek ke ayah kemudian ke anak, lalu ke cucu, te­rus ke cicit, dan demikian seterusnya. Na­mun sesuai amanat tertulis dari Habib Ab­dullah bin Muhsin, yang tercantum dalam akta notaris yang ditandatangani oleh notaris Belanda bernama Thomas, ke­pe­mimpinan yang akan meneruskan estafet dakwahnya dimulai dari putra tertuanya, berlanjut kepada putra tertua berikutnya, hingga putra terakhir yang masih ada.
Kalau putra-putranya sudah wafat se­muanya, kepemimpinan dilanjutkan pada generasi cucu Habib Abdullah, yaitu pada cucu tertua, yang, kalau sudah wafat, ke­pemimpinan diserahkan pada cucu tertua berikutnya.
Demi menjalankan amanah yang di­gariskan Habib Abdullah bin Muhsin sen­diri, selama ini pergantian manshabah ber­jalan dengan mulus. Saat ini, giliran Habib Abdullah bin Husein Al-Attas-lah, sebagai cucu Habib Abdullah bin Muhsin, yang mengemban amanah memegang manshabah tersebut.
Tak Boleh Keluar Rumah
Sosok Habib Abdullah bin Husein memang sosok yang amat bersahaja. Se­perti halnya para munshib sebelumnya, sehari-hari Habib Abdullah berpakaian sederhana. Hanya pada acara-acara be­sar ia memakai jubah dan imamah.
Habib Abdullah, semasa mudanya, le­bih mendalami pendidikan umum, bah­kan sampai ia berhasil menggondol gelar sarjana. Namun demikian, ”Saya rasa­kan, ternyata pendidikan agama memang lebih bermanfaat untuk kehidupan kita semua. Pendidikan umum tetap penting, tapi pendidikan agama tetap lebih pen­ting. Ini yang saya rasakan sekarang. Yang ideal, tentunya kalau seseorang da­pat memiliki pengetahuan mendalam baik pada pendidikan umum maupun pendi­dikan agamanya,” ujar Habib Abdullah.
Di masa kecil, Habib Abdullah me­rasa­kan masa-masa indah selama ia da­lam didikan dan asuhan ayahandanya, Habib Husein bin Abdullah bin Muhsin Al-Attas. Di matanya, sang ayah adalah so­sok orangtua sekaligus sahabat. Ayahnya tak pernah memaksakan kehendaknya sendiri, sebagai pertanda sikap bijak se­orangtua. Semua anaknya diberi kebe­basan pada bidang keilmuan yang di­sukainya.
Habib Abdullah juga merasakan ke­hangatan hubungan saat ayahnya masih hidup. ”Kepada anak-anak, Abah sering mengajak bergurau. Beliau memang se­orang yang senang bergurau, bahkan di tengah keluarga. Kami semua merasa se­gan kepadanya, tapi tak merasa sung­kan,” ujar Habib Abdullah mengenang si­kap sang ayah di tengah-tengah ke­luarga­nya.
Beranjak dewasa, sebagaimana sau­dara-saudaranya yang lain, Habib Ab­dullah mengutarakan keinginannya ke­pada sang ayah untuk dapat hidup man­diri dan tinggal di luar lingkungan keluarga besar Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas. Tapi apa yang dikatakan oleh Ha­bib Husein saat itu?
”Tidak perlu. Ente tidak perlu keluar dari rumah ini,” demikian kira-kira yang di­katakan Habib Husein kepada anak laki-laki tertuanya ini.
Habib Abdullah merasa keheranan dibuatnya. Kalau saudara-saudaranya yang lain diperbolehkan, mengapa dirinya sendiri yang tidak boleh keluar rumah?
”Meski dalam hati saya bertanya-ta­nya, saya tetap menuruti apa yang dikata­kan Abah. Ternyata sekarang saya tahu hik­mah apa di balik perkataan beliau. Saya memang tidak boleh keluar rumah, se­bab suatu saat nanti amanah meme­gang makam keramat Habib Abdullah bin Muhsin ini akan saya emban,” kata Habib Abdullah lagi.
Menapaki Jalan para Pendahulu
Mengemban amanah manshabah me­mang bukan hal ringan. ”Di satu sisi hati saya merasakan beratnya beban me­nerima amanah berat ini. Tapi di sisi lain saya merasa bahagia bahwa, di sisa-sisa umur saya, Allah masih memberi kesem­patan kepada saya untuk dapat berkhid­mah pada kakek saya,” ujar Habib Abdul­lah kemudian.
Kini, hari demi hari diisi Habib Abdul­lah dengan penuh kegiatan, setidaknya menerima tamu-tamu Habib Abdullah bin Muhsin yang sehari-harinya hampir tak pernah sepi dari para tamu dari berbagai daerah, dalam dan luar kota Bogor.
Selain peninggalan-peninggalan ka­keknya, Habib Abdullah bin Muhsin, ter­utama kepengurusan atas masjid dan ma­kamnya, peninggalan sang ayah, yaitu Majelis Ta’lim An-Nur juga terus ia mak­murkan.
Bila datang hari Kamis petang, Anda akan menyaksikan suasana di sekitar pemakaman Keramat Empang Bogor yang disesaki ribuan jama’ah. Saat ini, Habib Abdullah-lah yang mengasuh ma­jelis peninggalan Habib Husein tersebut.
Acara Majelis biasanya dimulai dari ba’da ashar, dengan pembacaan Maulid Nabi dan taushiyah-taushiyah dari para ulama kota Bogor dan sekitarnya. Ter­kadang, kalau ada tamu ulama dari luar, mereka dipersilakan untuk turut menyam­paikan mauizhah di majelis tersebut.
Seusai majelis, menjelang maghrib, para jama’ah bersama-sama, dipimpin oleh Habib Abdullah bin Husein, melang­sungkan ziarah ke makam Habib Abdul­lah bin Muhsin, yang letaknya bersebe­lahan dengan Masjid An-Nur, tempat di­selenggarakannya majelis An-Nur.
Selain melanjutkan Majelis An-Nur, saat ini Habib Abdullah juga aktif mene­rima undangan-undangan majelis di ber­bagai tempat, khususnya di kota Bogor dan sekitarnya.
Dalam perbincangan dengan alKisah, Habib Abdullah mengutarakan bahwa, se­lama mengemban amanah sebagai mun­shib, ia bertekad akan memelihara pe­ning­galan-peninggalan para salaf (pen­dahulu)-nya sekaligus melakukan perbaikan-per­baikan yang diperlukan, khususnya dalam hal fisik bangunan da­lam kompleks ma­kam, masjid, dan rumah peninggalan Ha­bib Abdullah bin Muhsin Al-Attas.
Pengembangan yang dilakukannya tentu dengan tetap memperhatikan ke­lestarian peninggalan sang datuk, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas. Seperti hal­nya saat ayahnya, Habib Husein bin Ab­dullah, mengganti bangunan rumah Ha­bib Abdullah bin Muhsin menjadi bangun­an yang lebih permanen. Namun demiki­an, beberapa bagian penting dari rumah itu tetap dipertahankan kelestariannya.
Dalam memelihara, melestarikan, dan mengembangkan peninggalan Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas, Habib Ab­dullah juga memiliki visi seperti yang per­nah dilakukan ayahnya dan para munshib sebelumnya. Habib Abdullah berusaha se­dapatnya agar terus melakukan per­baikan dan perluasan yang diperlukan, demi kemaslahatan bersama, khususnya bagi para jama’ah dan tamu-tamu Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas



Tidak ada komentar:

Posting Komentar