Selasa, 22 Oktober 2013

Datu Ujung Membangun Mesjid

Kalau kita ingin menceritakan tentang Datu Ujung, maka ceritanya cukup banyak. Tapi yang ingin saya ceritakan adalah kisah tentang Datu Ujung sewaktu beliau hendak mendirikan mesjid. Masjid yang didirikan masih ada sampai sekarang. Perlu diketahui bahwa Datu Pujung yang diceritakan ini termasuk orang yang berpengetahuan tentang agama.

Sebenarnya Datu Ujung kadang-kadang berada di daerah ini, kadang-kadang di negeri sebelah yaitu dunia datu-datu. Setiap datu tentu mempunyai kejayaan masing-masing, tetapi mereka tidak bermusuhan.
Pada suatu hari beliau datang ke desa Ulin kandangan, yaitu akan mengundang Datu Ulin untuk bergotong royong membangun mesjid, “Apa kabar?” kata Datu Ulin. “kabar baik”, “sesungguhnya lama kita tidak bertemu, mungkin ada yang ingin dibicarakan?”
Sebagimana dua orang saudara angkat yang lama tidak bertemu, maka keduanya asik bercakap-cakap. Ada-ada saja yang mereka perbicarakan, sehingga tidak terasa matahari sudah tinggi. Hampir setengah hari lamanya mereka bercakap-cakap.
Karena meresa perut sudah lapar, berkatalah Datu Ulin kepada sahabatnya, “sekarang apa yang kita lakukan?” “terserah.” Kata Datu Ujung. “aku sebagai tamu mengikuti saja apa yang diinginkan tuan rumah.” “kalau begitu kita masak nasi. Untuk lauknya kita menggulai paku.” “Baiklah”.
Datu Ujung menyangka, yang akan digulai Datu Ulin adalah paku pakis sebagaimana lazimnya. Tetapi ternyata Datu Ulin menggulai paku sungguhan, paku besi. Diam-diam saja karena merasa salah omong.
Setelah sekian lamanya, Datu Ulin segera mengajak sahabatnya itu untuk bersantap. Datu Ulin memakan paku itu dengan nikmatnya, keakan-akan paku itu benda yang lemas dan enak tanpa takut ketulangan. Maklumlah Datu Ulin seorang yang punya kesaktian. Tetapi Datu Pujung tidak berani berbuat demikian. Dalam hati ia berpikir, sungguh keterlaluan sahabatnya ini bergurau. Saya sendiri tidak pernah bebuat demikian. Tetapi ingat, pikir pujung dalam hati, nanti kamu merasa sendiri akibat dari perbuatan ini.
Setelah selesai makan, keduanya duduk-duduk sambil mengisap rokok. Tiba-tiba Datu Pujung berkata, “setiap yang berasal dari besi itu keras”. Sehabis ia mengatakan keras tersebut tiba-tiba paku yang dimakan Datu Ulin mengeras dan menembus perutnya. Tetapi tidak malu kalau dikatakan Datu Ulin seorang yang sakti, karena dengan satu tepukannya, paku-paku itu kembali lemas.
Datu pujung kemudian mengutarakan maksudnya untuk mendirikan mesjid dan mengundang Datu Ulin untuk datang membantu. Sementara itu orang-orang di kampung sudah mempersiapkan segala pekakas bangunan. Ada yang menyumbang tiang, batok, dan segala ramuan yang diperlukan untuk mendirikan mesjid. Papan dibeli dikota Negara. Sedangkan untuk keperluan atap, orang-orang bergotong royong mengumpulkan daun rumbia.setelah semua tersedia, Datu Ujung berkata, “besok kita akan mulai bekerja”.
Untuk melaksanakan pekerjaan, selain penduduk sana, dari tempat lain juga diundang orang-orang yang terkenal kekuatan tenaganya. Pada hari yang ditentukan semua sudah hadir, terutama untuk mendirikan tiang guru. Secara adat semua undangan ditanggung makan minumnya. Tambahan pula Datu Ujung terkenal sebagai Datuk Padi. Artinya dimana beliau berada maka di kampung itu hasil panen akan menjadi berlimpah ruah. Apabila beliau tidak berada ditempat itu maka hasil padi akan berkurang. Apa sebabnya demikian, tak seorang pun tahu. Jadi kalau sekiranya empat puluh orang yang dijamu hingga ratusan orang pun tidak merupakan persoalan besar. Dua tiga warga sudah dapat menyediakannya.
jadi semua orang giat bekerja. ada yang memahat, ada yang membuat pasak untuk tiang dan bermacam-macam pekerjaan lagi. Orang perempuan tidak mau ketinggalan. Mereka bermarai-ramai menghambit, yaitu membuat atap daun rumbia. karena pada zaman bahari yang ada hanya atap daun. Tak ada yang berpaku tangan untuk membangun mesjid tersebut. Orang-orang yang mempunyai tenaga besar, lain pula yang dikerjkannya. Kelihatan mereka saling memerlukan kekuatannya. Kalau dilihat seseorang mengankat tiang yang empat sampai liam depa panjangnnya, maka yang lain bukan hanya sebatang tetapi dua batang sekali angkat. Padahal tiang yang diangkat bukanlah kecil, bahkan ada yang sepemeluk besarnya. Apalagi yang dinamakan tiang guru. karena banyaknya perja yang bertanga besar luar biasa, hanya kira-kira sepuluh orang orang tiang itu sudah bisa diangkat dan didirikan. Setelah itu barulah membuat kuda-kuda belandar dan akhirnya siap untuk dipasang atap.
Hampir tidak terasa waktu lohor telah tiba. Pembangunan mesjid telah selesai. Lalu tibalah waktu untuk bersantap. Ketika akan menyiapkan hidangan, ternyata ikannya tidak cukup. Bagaimana akal. Ikan tidak cuku untuk semua yang hadir.
"Kalau demikian", kata Ujung, "Tunggulah sebentar. Kita tunda dulu makan tengah hari. Saya akan pergi sebentar mencari ikan". Semua orang tak ada yang berani menyangkal kemauan beliau, karena Datu Ujung yang menjadi pemimpin di sana.
"Ke mana datu akan mencari ikan?", tanya seseorang. Menurut cerita, waktu itu Ujung akan mencari ikan ke Negara.
Orang-orang sama bertanya-tanya satu sama lain. bagaimana mungkin tempat yang sejauh itu dapat dicapai pulang pergi dalam waktu singkat. Melihat keraguan orang-orang yang hadir, Pujung berkata, "jangan kuatir, sebentar saja aku sudah kembali".
"Baiklah".
Ujung kemudian menurunkan jukung ke air dan mengambil pengayuh. Menurut cerita, dia mengayuh jukung sangat laju. sekali menrangkuh dayung dia dapat melewati satu rantauan. Dengan kecepatan demikian, tidak lama kemudian sampailah ke Negara.
Sepeninggal Datu Ujung orang-orang kembali ramai membicarakan soal hidangan. Nasi sudah masak. Ditunggu seperempat jam hingga setengah jam, Datu Pujung belum juga tiba. Padahal undangan yang datang dari jauh perlu diberi makan lebih dahulu karena merak bermaksud akan pulang. Kalau demikian lebih baik dimakan seadanya dulu. Nanti apabila beliau datang barulah penduduk setempat makan bersama-sama. Yang penting undangan perlu didahulukan.
Kembali cerita kepada perjalanan Datu Ujung. Tidak berapa lama kemudian setibanya di daerah Negara dia mencari lubuk yang dalam dan banyak ikannya. Dengan membawa sebila rotan yang panjang dia menyelam ke dalam air. Ikan ditangkap denga tangan dan langsung ditusuk dengan rotan. Begitulah kejayaan Datu Ujung. Dia bisa bertahan dalam air, dan mengankap ikan tanpa mempergunakan tombak atau alat lainnya. Dipilihnya ikan yang besar-besar seperti tauman, haruan (gabus), baung dan bermacam-macam ikan lainnya. Tidak lama kemudian cukuplah ikan yang diperolehnya. Ikan dimasukkan ke dalam jukung, dan akhirnya datu pulang dengan kembali ke kampungnya.
Ketika Datu Ujung sampai di tempatnya semula, ternyata sebagian ada yang sudah selesai bersantap, tetapi ada pula yang belum. Melihat demikian Datu Pujung terkejut.
"Bah, ke mana saja orang-orang yang kita undang", seru Ujung. Orang-orang berpandang.
"Sebagian sudah pulang. Undangan yang jauh sudah pulang, tetapi penduduk belum lagi makan, dan masih berada di sekitar ini."
Rupanya beliau sangat marah. Ia bersusah payah mencari ikan ke tempat yang begitu jauh untuk kepentingan semua orang. Setelah ikan yang begitu banyak diperolehnya, ternyata seakan-akan tidak diperdulikan sama sekali.
"Susah kuktakan sedari tadi, tungguh aku dulu baru makanan dihidangkan. Mengapa tidak ada yang mau mendengar kataku. Kalau demikian berarti kalian sama sekali tidak memandang sebelah mata pun padaku. Berati kalian tidak memerlukanku lagi."
Setelah berkata demikian, Datu Ujung kemudian berdiri di muka mesjid yang baru dibangun itu, tidak ambil peduli terhadap orang banyak. Lalu Pujuk meletakkan sebelah kakinya ke mesjid itu, dan menekan ke bawah. Begitu pijakanya, sebagian lantainya amblas ke dalam tanah. Setelah melampiaskan kemarahannya demikian, ia pun menghilang. Orang tidak tahu ke mana perginya setelah itu.
Semua orang ribut dan saling menyalahkan, tetapi apa boleh buat, semua telah terlanjut. Dengan sedih mereka lalu membenahi sisa perkakas bangunan yang tidak terpakai.
Mesjid yang didirikan itu ialah mesjid yang terletak di kampung Banua Halat (dekat kampung penulis blog ini, yaitu di kampung gadung), tidak jauh dari Kota Rantau. Sampai sekarang mesjid itu masih berdiri. Menurut cerita, Datu Ujung kadang-kadang datang ke mesjid itu. Itulah sebabnya mengapa mesjid itu dikeramatkan orang. Kita dapat mengetahui kalau Datu Pujung berada di mesjid tersebut. Caranya. Pada malam Jum'at setelah sembahyang Isya, kipas yang ada di mesjid itu disisihkan ke tepi. Jangan ada yang ketinggalan. Besok, apabila di samping mimbar terdapat sebuah kipas berarti beliau datang bersembahyang disana. Apabila hingga pagi tidak terdapat perubahan, berarti beliau tidak datang bertandang.
Adapula sebuah cerita tentang mesjid Banua Halat yang dianggap keramat itu. Pada zaman penjajahan Belanda, pernah sepasukan tentara datang ke kampung Banua Halat. Ketika mereka melihat bangunan mesjid tersebut mereka bermaksud membakarnya. Tetapi mesjid yang dimaksud bukan mesjid yang dibangun oleh Datu Ujung, tetapi bangunan yang telah dibina untuk ketiga kalinya.
Ketika mereka menyulut mesjid itu dengan api, ternyata tidak mau terbakar. Apa akal. Salah seorang dari tentara Belanda itu mengambil lemak babi dan kemudian barulah mesjid itu dapat mereka bakar. Salah satu tiang yang hangus itu masih ada sampai sekarang. Bila kami masuk ke dalam mesjid itu sekarang, akan tetapi terlihat sebuah tiang yang berwarna hitam bekas terbakar itulah tiangnya.

http://ceritarakyatkalsel.blogspot.com/2011/02/datu-pujung.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar