Selasa, 15 Oktober 2013

AL HABIB JA’FAR BIN AHMAD ALAYDRUS

Kelahiran Purwakarta
Ayah Habib Ali, Habib Ja'far bin Ahmad Alaydrus, datang ke Singapura dari Purwarkarta dan menetap di Negeri Singa itu selama beberapa tahun pada dekade tahun 1930-an dan tinggal di Lorong 30 Geylang. Habib Ja'far kembali ke Hadhramaut pada tahun 1938. la wafat pada tahun 1976 di kota Tarim. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Zanbal, berdekatan dengan makam datuknya, Habib Abdullah Alaydrus.
Berdasarkan kisah yang disampaikan Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf Jeddah, ketika ayah Habib Ali ini masih dalam kandungan ibunya, kakeknya, Habib Abdul Qadir bin Salim, berkata kepada istrinya, Hababah Aisyah Assegaf, jika putranya Ahmad dikaruniai anak laki-laki, akan ia namai "Salim", mengikut nama orangtua Habib Abdul Qadir sendiri. Namun istrinya, Hababah Aisyah, tidak setuju dengan usulan itu dan ia ingin menamainya Ja'far, mengikuti nama datuk sang istri, Habib Ja'far bin Ahmad bin Ali bin Abdullah Assegaf. Mendengar usulan sang istri, Habib Abdul Qadir mengatakan, ia bersedia menamainya "Ja'far" sekiranya tampak nyata kelebihan yang ada pada diri anak itu kelak. "Baik, kamu akan lihat kelebihannya, giginya akan tumbuh sebelum waktunya," kata. Hababah Aisyah saat itu. Habib Abdul Qadir menimpali kembali, "Kalau memang demikian, aku akan sembelih tujuh ekor kambing." Pada saatnya, benar saja, yang terlahir adalah seorang anak laki-laki. Dan tiba hari ketujuh, hari untuk menyelenggarakan aqiqah sekaligus untuk memberikan nama pada sang anak, nyatalah apa yang dikatakan Hababah Aisyah. Gigi si cucu mulai terlihat. Maka, sang cucu pun dinamai "Ja'far".
Habib Ja'far kemudian tumbuh dewasa dalam lingkungan keluarga yang shalih dan 'alim. la juga kemudian dikenal sebagai seorang alim pada masanya. Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah termasuk yang ber-istifadah (mengambil faidah ilmu) darinya. Di antara karyanya, Habib Ja'far meninggalkan sebuah diwan (kumpulan qashidah) yang kini telah dicetak oleh penerbit Darul Ushul, Yaman. Habib Ja'far bin Ahmad mempunyai 10 putra, yakni Abdullah, Abdul Qadir, Ali, Salim, ldrus, Thaha, Ahmad, Abubakar, Thahir, dan Alwi, serta beberapa putri. Diantara putri Habib Ja'far yang masih hidup pada saat ini adalah adik Habib Ali yang bernama Syarifah Gamar. Mungkin tak banyak orang yang tahu bahwa Habib Ali Batu Pahat ini kelahiran Nusantara tepatnya di Purwakarta, Jawa Barat, pada tahun 1919. Sebagian keluarganya saat ini juga masih berada di sana.
Tahun 1926, yaitu saat berumur tujuh tahun, ia tiba di Singapura. Tapi hanya sebentar, lalu ia kembali lagi ke Indonesia. Tahun 1929, untuk kedua kalinya ia datang ke Singapura dan kemudian menetap di sana hingga tahun 1942. Di Singapura, ia tinggal bersama ayah dan kakaknya, Habib Abdul Qadir bin Ja'far Alaydrus, di sebuah rumah di Arab Street. Ketika itu sang kakak baru datang dari Hadhramaut. Berdasarkan cerita yang
pernah disampaikan Habib Ali sendiri, kedatangan sang kakak mendapat sambutan yang amat hangat dari penduduk Singapura pada saat itu. Habib Abdul Qadir sendiri wafat di Purwakarta dan dimakamkan di sana.
Tahun 1942, Habib Ali hijrah ke Batu Pahat, Johor, Malaysia. Semasa hidupnya di negeri rantaunya yang baru ini, Habib Ali menjadi tempat mengadu berbagai permasalahan banyak orang.

Tempat Ziarah para Ulama
Semasa hidupnya, Habib Ali menjadi tempat mengadu berbagai permasalahan banyak orang. Mereka yang berasal dari Nusantara dan negara-negara Arab, apabila berkunjung ke Malaysia, akan meluangkan waktu untuk mengunjunginya, demi mendapatkan mutiara nasihat dan keberkahan dari sosok yang jiwa dan raganya ini senantiasa bergantung kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Di antara petuah yang pernah ia sampaikan, "Allah SWT adalah Sang Khaliq. Manusia hanyalah makhluk. Maka, manusia harus mematuhi apa pun perintah Sang Maha Pencipta. Bukan Sang Maha Pencipta yang mematuhi perintah manusia." Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, bila berkunjung ke Malaysia, pun kerap menziarahi Habib Ali di Batu Pahat. Pada perjumpaan terakhirnya dengan Habib Ali,
Al-Maliki mengatakan, ia meyakini bahwa Habib Ali adalah seorang yang diberi anugerah besar dari sisi Allah di negeri rantaunya ini. Sebelum pulang, Sayyid Muhammad Al-Maliki pun mengarang sebuah qashidah untuknya yang menggambarkan sifat-sifat mulia Habib Ali bin Ja'far Alaydrus.
Pernah suatu kali Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki rahimahullah berkunjung pada beliau, sepanjang jalan Sayyid Muhammad berbicara tentang rindunya pada Rasulullah saw, maka ketika sampai di kediaman beliau, maka semua tamu tidak diperkenankan masuk, kecuali Sayyid Muhammad Al Maliki, mereka masuk berdua cukup lama, lalu keluarlah Sayyid Muhammad Al Maliki dengan airmata yang bercucuran.., seraya berkata : "hajat saya sudah terkabul… terkabul.., sambil menutup wajah beliau dengan linangan air mata."
Diantara Ulama yang pernah mengunjungi dan bersilaturrahmi kepada beliau antara lain, Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Semith dari Madinah, Al-Habib Salim bin Abdullah Asy-Syatiri (Hadhramaut), Al-Habib Umar bin Hafidh (Hadhramaut), Al Habib Anis bin Alwi Al Habsyi dari Solo dan tokoh habaib dan ulama lainnya.
Tenggelamnya sebuah Bintang
Pada hari Kamis, 13 Mei 2010/28 Jumadil Ula 1431 H, sore menjelang maghrib, atau tepat 40 hari setelah Habib Abdul Qadir wafat sekitar pukul 17.10 atau 17.15 petang waktu setempat Al-Habib Ali wafat. Syed Ibrahim dan Syed Ja'far, keduanya cucu Habib Ali, dari putranya yang bemama Syed Husein, disampingnya ketika itu. Hari wafatnya ini menjelang lima hari sebelum haul ayahandanya, Habib Ja'far bin Ahmad, yaitu pada 3 Jumadil Akhirah.
Dari saat Habib Ali wafat waktu dimandikan keesokan harinya, jenazahnya tak putus-putus dikunjungi ribuan manusia dari segala penjuru dan lapisan masyarakat, terutama dari Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Di antara yang hadir menyampaikan ta'ziyahnya pada saat itu adalah Syed Hamid bin Ja'far Al-Bar, mantan menteri luar negeri dan menteri dalam negeri Malaysia. Begitu juga bacaan Al-Quran, Yaasin, dan tahlil tak putus-putusnya dibacakan hingga jenazahnya usai dimandikan oleh keluarga sekitar pukul 09.30, Jum'at pagi.
Karena begitu banyaknya penta'ziyah yang datang untuk dapat menghadiri prosesi shalat Jenazah, akhirnya jenazah Habib Ali dishalatkan sebanyak dua kali. Pertama, sebagaimana wasiatnya, dishalatkan di dalam rumah, yang diimami oleh Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Alaydrus, dan kedua di luar rumah, dengan imam Habib Hasan bin Muhammad bin Salim Al- Attas. Jenazahnya kemudian dimakamkan
sebelum shalat Jum'at, 29 Jumadil Ula 1431 H/14 Mei 2010, di Tanah Pekuburan Islam Bukit Cermai, Batu Pahat, Johor, Malaysia. Habib Umar bin Hamid AI-Jilani dari Makkah yang membacakan talqin pada saat itu. Habib Ali bin Ja'far Alaydrus meninggalkan seorang putri bernama Syarifah Khadijah dan tiga orang putra, yaitu Syed Muhammad, Syed Umar, dan Syed Husein.Semoga ketabahan dan ketawakalan mengiringi hati keluarga dan para pecintanya atas kepergian sosok yang amat mereka cintai dan muliakan ini.
Ulama adalah pewaris para nabi. Kepada para pewarisnya itu, Nabi SAW tidak mewariskan harta, tetapi beliau mewariskan ilmu kepada mereka, yang nilainya melebihi bilangan harta, seberapa pun besarnya. Siapa yang mengambil ilmu mereka, dia telah mengambil harta yang amat bernilai. Oleh karenanya, wafatnya seorang ulama adalah musibah yang sulit tergantikan dan satu kelemahan yang susah ditutupi. Wafatnya seorang ulama ibarat sirnanya sebuah bintang di antara gugusan bintang- bintang lainnya. Rasulullah SAW
mengatakan, "Sesungguhnya wafatnya satu kabilah lebih ringan musibahnya dibandingkan atas wafatnya seorang yang alim." (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al-Bayhaqi).
Kini Habib Ali telah tiada. Dengan segala kemuliaannya, ia telah berada di sisi Sang Khaliq. Tinggal kita semua yang saat ini telah ditinggalkannya. Kita yang masih banyak bergelimang dengan dosa. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah di atas jalan hidup kita, mengampuni kita atas dosa-dosa kita, dan mengumpulkan kita kelak di surga-Nya bersama orang- orang yang kita cintai.

Diposkan oleh Ahmad Irfani


Tidak ada komentar:

Posting Komentar